Thursday, January 23, 2014

DAKWAH DAN JIHAD THARIQ BIN ZIYAD DI SPANYOL



  
A.      LATAR BELAKANG

sejarah kebudayaan Islam sangat penting untuk kita pelajari,karena dengan mempelajarinya kita akan diajak untuk berpikir historis dan memperoleh pemahaman bagaimana perkembangan sejarah kebudayaan di dunia Islam. Selama manusia masih memiliki rasa ingin tahu terhadap peristiwa masa lalu, selama itu pula akan terasa perlunya mempelajari sejarah. Dari peristiwa-peristiwa tersebut, kita dapat bercermin dan menilai perbuatan yang merupakan keberhasilan dan kegagalan. Dengan mengetahui sejarah, kita akan lebih mempersiapkan diri untuk meraih keberhasilan dan akan lebih berhati-hati agar kegagalan itu tidak terulang kembali.

Sejarah merupakan jembatan yang menghubungkan masa lalu dengan masa kini, ia merupakan tempat belajar bagi para generasi penerus agar dapat memandang  ke masa silam, melihat ke masa kini, dan menatap ke masa depan. Al- Qur’an adalah kitab suci yang merupakan pedoman hidup umat Islam yang telah memerintahkan umatnya untuk memperhatikan sejarah. Beberapa ayat Al-Qur’an dengan jelas memerintahkan hal itu. Di antaranya adalah sebagai berikut.

Artinya :” Dan tidaklah mereka berpergian dimuka bumi lalu melihat bagaimana kesudahan orang-orang sebelum mereka (yang mendustakan rasul)? Orang-orang itu lebih kuat dari mereka (sendiri) dan mereka telah mengolah bumi (tanah) serta memakmurkannya lebih banyak dari apa yang telah mereka makmurkan, dan telah datang kepada mereka rasul-rasul mereka dengan membawa bukti-bukti yang jelas. Maka Allah samasekali tidak berlaku zalim kepada mereka, tetapi merekalah yang berlaku zalim kepada diri sendiri.” (Q.S. Ar-Ruum [30] :9]

Dari penjelasan ayat tersebut jelaslah bagaimana Islam mengajarkan pentingnya mempelajari sejarah, maka jangan sekali-kali melupakan sejarah.  Dan salah satu sejarah peradapan islam yang perlu kita ketahui adalah menyebarnya islam dalam spektrum yang luas. Tiga benua lama -Asia, Afrika, dan Eropa-pernah merasakan rahmat dan keadilan dalam naungan pemerintahan Islam. Tidak terkecuali Spanyol (Andalusia). Ini negeri di daratan Eropa yang pertama kali masuk dalam pelukan Islam di zaman Pemerintahan Kekhalifahan Bani Umaiyah.

Masuknya islam ke negri spanyol tidak terlepas dari dakwah dan jihadnya seorang panglima perang thariq bin ziyad. Oleh karenanya dalam makalah ini akan memapaparkan sebuah kisah perjuangan thariq bin ziyad dalam menaklukkan spanyol dengan harapan kita dapat  memperoleh pengalaman mengenai peristiwa-peristiwa  yang terjadi di masa itu.

B.      ISI

1.       Pengenalan Thariq Bin Ziyad

Bagian ini akan menyinggung secara sepintas seputar biografi Thāriq ibn Ziyād. Dia adalah seorang mawlā (budak yang dimerdekakan) Mûsā ibn Nushayr, karena Thāriq memang masuk Islam di tangannya.Ia lahir di salah satu kota di Maghrib (Maroko), sekitar tahun 50-an pada abad pertama hijrah. Tepatnya di masa ‘jendral’ Arab (Muslim) yang bernama ‘Uqbah ibn Nāfi‘ al-Fihrî di negeri Maroko. Mengenai nasabnya, Ibn ‘Idzārî mengutip pendapat Shālih ibn Abî Shālih bahwa nama lengkapnya adalah: Thāriq ibn Ziyād ibn ‘Abdillāh. Ayahnya yang bernama Ziyād memeluk Islam pada masa ‘Uqbah ibn Nāfi‘ dan keislamannya sangat baik. Kemudian, keislamannya yang baik tersebut diwarisi oleh Thāriq yang akhirnya berbakti (khidmah) kepada para pemimpin Arab-Muslim.

Ia lahir pada sekitar tahun 50 H dan wafat tahun 102 H/670-720 M. Usai pembebasan Thanjah (Tingi), Mûsā ibn Nushayr mengangat Thāriq sebagai gubernur Tingi sampai tahun 92 H.

2.       Keadaan Spanyol Sebelum Ditaklukkan Islam

Eropa pada waktu itu hidup dalam masa-masa kebodohan dan keterbelakangan yang luar biasa yang sering disebut dengan masa kegelapan (dark age). Kezaliman adalah sistem yang berlaku disana, sehingga mereka mengalami degradasi moral.

Sejak tahun 597 M, Spanyol dikuasai bangsa Gotic, Jerman. Raja Roderick yang berkuasa saat itu. Ia berkuasa dengan lalim. Ia membagi masyarakat Spanyol ke dalam lima kelas sosial.
Kelas pertama adalah keluarga raja, bangsawan, orang-orang kaya, tuan tanah, dan para penguasa wilayah.
Kelas kedua diduduki para pendeta.
Kelas ketiga diisi para pegawai negara seperti pengawal, penjaga istana, dan pegawai kantor pemerintahan. Mereka hidup pas-pasan dan diperalat penguasa sebagai alat memeras rakyat.
Kelas keempat adalah para petani, pedagang, dan kelompok masyarakat yang hidup cukup lainnya. Mereka dibebani pajak dan pungutan yang tinggi.
Dan kelas kelima adalah para buruh tani, serdadu rendahan, pelayan, dan budak. Mereka paling menderita hidupnya.
Akibat klasifikasi sosial itu, rakyat Spanyol tidak kerasan. Sebagian besar mereka hijrah ke Afrika Utara. Di sini di bawah Pemerintahan Islam yang dipimpin Musa bin Nusair, mereka merasakan keadilan, kesamaan hak, keamanan, dan menikmati kemakmuran. Para imigran Spanyol itu kebanyakan beragama Yahudi dan Kristen. Bahkan, Gubernur Ceuta, bernama Julian, dan putrinya Florinda -yang dinodai Roderick-ikut mengungsi.

3.       Awal  Penaklukan Spanyol

Melihat kezaliman itu, Musa bin Nusair berencana ingin membebaskan rakyat Spanyol sekaligus menyampaikan Islam ke negeri itu.kemudian ia meminta izin kepada Khalifah Al-Walid bin Abdul Malik dan khalifahpun memberinya izin. Lalu Musa segera mengirim tharif bin  Malik yang memiliki nama panggilan Abu Zur’ah dengan 400 pasukan pejalan kaki dan 100 orang pasukan berkuda menyeberangi selat antara Afrika Utara dan daratan Eropa, pasukan ini mempunyai misi untuk mempelajari wilayah andalusia selatan dimana kaum muslimin akan berlabuh dikemudian hari.

Kamis, 4 Ramadhan 91 Hijriah atau 2 April 710 Masehi, Abu Zar’ah meninggalkan Afrika Utara menggunakan 8 kapal dimana 4 buah adalah pemberian Gubernur Julian. Tanggal 25 Ramadhan 91 H atau 23 April 710 H, di malam hari pasukan ini mendarat di sebuah pulau kecil dekat Kota Tarife yang menjadi sasaran serangan pertama.
Di petang harinya, pasukan ini berhasil menaklukan beberapa kota di sepanjang pantai tanpa perlawanan yang berarti. Padahal jumlah pasukan Abu Zar’ah kalah banyak. Setelah penaklukan ini, Abu Zar’ah pulang. Keberhasilan ekspedisi Abu Zar’ah ini membangkitkan semangat Musa bin Nusair untuk menaklukan seluruh Spanyol. Maka,setahun setelah misi intelejen yang dipimpin tharif bin Malik  ia memerintahkan Thariq bin Ziyad membawa pasukan yang berjumlah 7000 pasukan untuk penaklukan yang kedua.

4.       Peristiwa pembakaran kapal

Senin, 3 Mei 711 M, Thariq membawa 7.000 pasukannya menyeberang ke daratan Eropa dengan kapal menyebrangi selat yang kemudian hari dikenal dengan nama selat Jabal Thariq (Gibraltar),itu karena ketika menyebrangi selat itu ia berhenti di sebuah gunung dan gunung itupun dikenal dengan “jabal Thariq”(gunung gibraltar). Di bukit itu ia mengumpulkan seluruh pasukannya Lalu memerintahkan pasukannya membakar semua armada kapal yang mereka miliki.
Pasukannya kaget. Mereka bertanya, “Apa maksud Anda?” “Kalau kapal-kapal itu dibakar, bagaimana nanti kita bisa pulang?” tanya yang lain.
Dengan pedang terhunus dan kalimat tegas, Thariq berkata, “Kita datang ke sini bukan untuk kembali. Kita hanya memiliki dua pilihan: menaklukkan negeri ini lalu tinggal di sini atau kita semua binasa!”
Kini pasukannya paham. Mereka menyambut panggilan jihad Panglima Perang mereka itu dengan semangat berkobar.
Lalu Thariq melanjutkan briefingnya. “Wahai seluruh pasukan, kalau sudah begini ke mana lagi kalian akan lari? Di belakang kalian ada laut dan di depan kalian ada musuh. Demi Allah swt., satu-satunya milik kalian saat ini hanyalah kejujuran dan kesabaran. Hanya itu yang dapat kalian andalkan.
Musuh dengan jumlah pasukan yang besar dan persenjataan yang lengkap telah siap menyongsong kalian. Sementara senjata kalian hanyalah pedang. Kalian akan terbantu jika kalian berhasil merebut senjata dan perlengkapan musuh kalian. Karena itu, secepatnya kalian harus bisa melumpuhkan mereka. Sebab kalau tidak, kalian akan menemukan kesulitan besar. Itulah sebabnya kalian harus lebih dahulu menyerang mereka agar kekuatan mereka lumpuh. Dengan demikian semangat juang kita akan bangkit.
Musuh kalian itu sudah bertekad bulat akan mempertahankan negeri mereka sampai titik darah penghabisan. Kenapa kita juga tidak bertekad bulan untuk menyerang mereka hingga mati syahid? Saya sama sekali tidka bermaksud menakut-nakuti kalian. Tetapi marilah kita galang rasa saling percaya di antara kita dan kita galang keberanian yang merupakan salah satu modal utama perjuangan kita.
Kita harus bahu membahu. Sesungguhnya saya tahu kalian telah membulatkan tekad serta semangat sebagai pejuang-pejuang agama dan bangsa. Untuk itu kelak kalian akan menikmati kesenangan hidup, disamping itu kalian juga memperoleh balasan pahala yang agung dari Allah swt. Hal itu karena kalian telah mau menegakkan kalimat-Nya dan membela agama-Nya.
Percayalah, sesungguhnya Allah swt. adalah penolong utama kalian. Dan sayalah orang pertama yang akan memenuhi seruan ini di hadapan kalian. Saya akan hadapi sendiri Raja Roderick yang sombong itu. Mudah-mudahan saya bisa membunuhnya. Namun, jika ada kesempatan, kalian boleh saja membunuhnya mendahului saya. Sebab dengan membunuh penguasa lalim itu, negeri ini dengan mudah kita kuasai. Saya yakin, para pasukannya akan ketakutan. Dengan demikian, negeri ini akan ada di bawah bendera Islam.”

Dalam peristiwa pembakaran kapal terjadi perbedaan pandangan sebagian menyebutkan adanya kejadian tersebut namun sebagian lagi menyebutkan bahwa peristiwa pembakaran kapal kurang tepat. Salah satu yang menyangkal peristiwa pembakaran kapal adalah  Dr. Rāghib al-Sirjānī. Dia mencatat hal-hal di bawah ini:

1.       Riwayat-riwayat tentang pembakaran kapal oleh Thāriq tidak memiliki sanad yang shahîh dalam sejarah Islam (al-tārīkh al-islāmī). Ilmu tentang para perawi hadîts (‘ilm al-rijāl) dan ilmu al-jarh wa al-ta‘dīl (ilmu untuk mengoreksi dan member pandangan “negatif” atau “positif” kepada perawi hadīts) yang menjadi kebanggaan kaum Muslimin menegaskan bahwa riwayat yang benar harus melalui orang-orang yang dapat dipercaya (unās mawtsūq bihim). Dan riwayat tentang “pembakaran” kapal oleh Thāriq tidak pernah muncul dari para perawi yang benar-benar terpercaya dalam tulisan sejarah mereka. Namun, cerita itu sampai kepada kita melalui sumber-sumber dan riwayat Eropa yang ditulis tentang pertempuran Wādī Barbāth.

2.       Jika benar terjadi “pembakaran” kapal oleh Thāriq, dipastikan akan muncul reaksi dari Mūsā ibn Nushayr atau al-Walīd ibn ‘Abd al-Malik sebagai bentuk “klarifikasi” terhadap peristiwa tersebut. Atau, akan terjadi semacam dialog antara Mûsā ibn Nushayr dengan Thāriq tentang masalah ini. Atau, akan muncul komentar dari para ulama Muslimin tentang pembolehan pembakaran kapal. Tapi anehnya, tidak ada satu pun bentuk reaksi dari itu semua. Ini menegaskan bahwa peristiwa tersebut patut diragukan.

3.       Alasan sumber-sumber Eropa menyebarkan cerita “pembakaran” kapal, karena mereka tidak mampu menafsirkan bagaimana personil Thāriq yang berjumlah 12.000 orang “pejalan kaki” dapat mengalahkan pasukan Goth yang Kristen yang berjumlah 100.000 orang “berkuda”. Dan mereka di kalangan di ‘kandang’ mereka sendiri. Nah, untuk mendapatkan penafsiran yang memuaskan, mereka mengatakan: “Thāriq ibn Ziyād membakar kapal-kapal, agar dia dapat memaksa kaum Muslimin pada dua pilihan: tenggelam di laut yang ada di belakang mereka, atau memilih kalah dan hancur-lebur di tangan orang-orang Kristen yang menanti di hadapan mereka. Dan keduanya pasti berujung pada kematian. Dari sana, maka solusi satu-satunya adalah: berjuang mati-matian, agar dapat melarikan diri dari kematian yang telah mengitari mereka dari setiap penjuru. Dan hasilnya sudah jelas: “kemenangan” (al-intishār). Seandainya mereka dapat melarikan diri, niscaya mereka menaiki perahu-perahu mereka untuk ‘pulkam’ (kembali ke negerinya masing-masing).”

Begitulah orang-orang Eropa-Kristen menafsirkan rahasia besar – menurut pengakuan mereka – kemenangan kaum Muslimin di Lembah Barbāth. Tentu saja pandangan mereka ini dapat “dimaklumi”, karena mereka tidak memahami kaidah yang sangat masyhur bagi kaum Muslimin dan termaktub di dalam Kitābullāh (Al-Qur’an), yang menyatakan, “Berapa banyak kelompok kecil mampu memporak-porandakan kelompok besar atas izin Allah. Dan Allah beserta orang-orang yang sabar.” (Qs. Al-Baqarah (2): 249).

Dan, memang, siapa saja yang dapat membaca lembaran sejarah umat Islam, niscaya akan mengerti bahwa: jumlah kaum Muslimin dalam setiap pertempuran adalah “sedikit”. Padahal jumlah musuh mereka berlipat-ganda. Dan anehnya, setiap kali jumlah kaum Muslimin “lebih banyak”, dipastikan mereka selalu tertipu – dengan banyaknya jumlah – dan akhirnya mengalami kekalahan. Ini terjadi, misalnya, pada perang Hunayn. Coba perhatikan Firman Allah di bawah ini:

“…dan (ingatlah) peperangan Hunain, yaitu diwaktu kamu menjadi congkak karena banyaknya jumlah(mu), maka jumlah yang banyak itu tidak memberi manfaat kepadamu sedikitpun, dan bumi yang luas itu telah terasa sempit olehmu, kemudian kamu lari kebelakang dengan bercerai-berai.” (Qs. Al-Tawbah (9): 25).

Dari sana, atas kebodohan dan niat yang tidak baik dari orang Eropa, mereka membuat penafsiran tersebut dan alasan yang meragukan (hujjah wāhiyah), agar mereka dapat menyatakan bahwa: “Kaum Kristen tidak pernah kalah, jika jumlah orang yang bertempur seimbang. Dan kaum Muslimin tidak pernah menang kecuali dalam kondisi yang sangat khusus.”

4.       Kapan kaum Muslimin butuh kepada “semangat” yang membara sampai harus membakar kapal-kapal? Lalu apa yang mereka lakukan dalam kondisi seperti itu (perang) – dan kondisi perang seperti ini sangat banyak – jika tidak ada laut dan tidak ada kapal? Sejatinya, kaum Muslimin datang ke Andalusia karena mereka cinta Jihad: ingin mati di jalan Allah. Jadi, mereka tidak butuh kepada satu jendral yang membakar semangat mereka untuk membakar kapal-kapal. Meskipun hal itu boleh-boleh saja dilakukan, jika dikaitkan dengan hak selain mereka.

5.       Tidak mungkin seorang pemimpin yang luar biasa seperti Thāriq berani membakar kapal-kapal dan “memutus” jalan kembali dari para tentaranya. Bagaimana jika kaum Muslimin yang kalah dalam peperangan tersebut. Dan kalah-menang dalam sebuah pertempurana adalah hal yang alami sekali. Bukankah kondisinya akan berbalik kepada mereka, apalagi mereka sangat memahami hakikat Firman Allah berikut:

“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bertemu dengan orang-orang yang kafir yang sedang menyerangmu, maka janganlah kamu membelakangi mereka (mundur). Barangsiapa yang membelakangi mereka (mundur) di waktu itu, kecuali berbelok untuk (sisat) perang atau hendak menggabungkan diri dengan pasukan yang lain, maka sesungguhnya orang itu kembali dengan membawa kemurkaan dari Allah, dan tempatnya ialah neraka Jahannam. Dan amat buruklah tempat kembalinya.” (Qs. Al-Anfāl (8): 15-16).

Jadi, tetap ada kemungkinan bagi kaum Muslimin untuk lari dari medang perang. Apakah karena melakukan siasat perang (mutaharrif) atau menggabungkan diri (tahayyuz) dengan pasukan kaum Muslimin yang lain. Dan ketika itu, kaum Muslimin berada di Maroko, sebelah selatan Afrika. Nah, bagaimana mungkin Thāriq “memotong” jalan untuk melakukan sisat perang dan bersiap untuk melakukan perang yang baru. Atau, dia memotong jalan untuk bergabung kepada kelompok kaum Muslimin lainnya? Jadi, peristiwa pembakaran kapal merupakan lompatan hukum syariat yang sangat besar, yang tidak mungkin dilakukan oleh orang sekelas Thāriq ibn Ziyād – rahimahullāh, dan tidak mungkin para ulama Muslim dan pemerintah mereka berdiam diri, jika benar cerita tersebut terjadi dan nyata.

6.       Terakhir, sejatinya Thāriq tidak memiliki kapal-kapal tersebut (yang diceritakan dibakar). Karena sebagian riwayat menyebutkan bahwa Julian, penguasa Ceuta (dalam bahasa Spanyol, dalam bahasa Arab dikenal dengan nama Sabtah  menyewakan kapal-kapal tersebut kepada Thāriq untuk menyebrang. Dan akan dikembalikan kembali kepada Julian, usai pemakaiannya. Kemudian, Julian membawa kapalnya menyebrang ke Andalusia. Maka, Thāriq tidak berhak untuk “membakar” kapal-kapal tersebut.

5.       Pertempuran Pasukan Thariq Bin Ziyad Dengan Pasukan Roderick

Dari gunung thariq , Thariq bin ziyad berpindah menuju kawasan yang luas bernama jazirah Al-Khandra disana ia berhadapan dengan pasukan selatan andalusia yang merupakan pelindung pasukan kristen di wilayah tersebut.Mendengar  pasukan Thariq telah maju, Raja Roderick –yang saat itu berada di utara-,pada mulanya ia tidak melakukan persiapan apapun unutk menghadapi hal itu, karena ia berkeyakinan bahwa itu merupakan hal yang tidak lama kemudian akan hilang. Namun ketika kabar pergerakan kaum muslimin hingga ke cordova,ia pun bergerak ke toledo untuk mempersiapkan bala tentaranya dan mengirimkan kekuatan militernya yang dipimpin oleh keponakannya,Vinceu, yang juga merupakan perwira utamanya,untuk menghadapi kaum muslimin. Namun dalam setiap pertempuran pasukan muslim selalu menang. Mendengar hal itu raja Roderic  mempersiapkan 100.000 tentara dengan persenjataan lengkap. Ia memimpin langsung pasukannya itu dari arah utara menuju selatan untuk menghadapi pasukan muslimin. Sementara Thariq bin ziyad hanya membawa 7000 pasukan, maka ketika melihat fakta kekuatan roderic ia menemukan bahwa akan sulit menghadapi mereka dan akhirnya ia meminta bantuan kepada Musha bin nushair.Musa bin Nusair mengirim bantuan kepada Thariq hanya dengan 5.000 orang. Sehingga total pasukan Thariq hanya 12.000 orang.

Ahad, 28 Ramadhan 92 H atau 19 Juli 711 M, kedua pasukan bertemu dan bertempur di muara Sungai Barbate.selama delapan hari berturut-turut, roda pertempuran itu berputar.gelombang pasukan kristen terus mengalir menghantam pasukan kaum muslimin,sementara  Pasukan muslimin tetap bersabar menghadapinya.

Ibnu Adzari menggambarkan kondisi pasukan kaum muslimin saat mereka tenggelam dalam lautan pertempuran yang hebat dengan mengatakan “ Thariqpun keluar menghadapi mereka dengan semua pasukan pejalan kakinya, tidak ada yang menunggang kuda kecuali sedikit saja. Merekapun bertempur dengan hebatnya sampai-sampai mereka mengira  itulah akhir dari segalanya.”

Situasi ini berlangsung selama delapan hari yang kemudian dimenangkan oleh pasukan muslimin,setelah Allah memastikan kesabaran dan kejujuran mereka. Adapun Roderic konon tewas terbunuh, namun dalam riwayat lain ia melarikan diri ke arah utara yang pasti namanya tidak pernah lagi disebut untuk selamanya.

Kaum  muslim berhasil mendapatkan harta rampasan yang sangat besar, diantaranya adalah kuda-kuda sehingga merekapun menjadi pasukan berkuda setelah sebelumnya  mereka hanya pasukan pejalan kaki. Kkaum muslimin memulai peperangan dengan jumlah 12000 orang lalu perang itu berakhir dengan 9000 orang. Yang artinya bahwa  ada 3000 orang syuhada yang menyirami bumi andalusia dengan darah mereka.

6.       Penaklukan seluruh spanyol
Setahun kemudian, Rabu, 16 Ramadhan 93 H, Musa bin Nusair bertolak membawa 10.000 pasukan menyusul Thariq. Dalam perjalanan ia berhasil menaklukkan Merida, Sionia, dan Sevilla. Sementara pasukan Thariq membagi pasukannya untuk menaklukkan Cordova, Granada, dan Malaga. Ia sendiri membawa sebagian pasukannya menaklukkan Toledo, ibukota Spanyol saat itu. Semua ditaklukkan tanpa perlawanan.
Pasukan Musa dan pasukan Thariq bertemu di Toledo. Keduanya bergabung untuk menaklukkan Ecija. Setelah itu mereka bergerak menuju wilayah Pyrenies, Perancis. Hanya dalam waktu 3,5 mulai tahun  92 H sampai akhir tahun 95 H. seluruh daratan Spanyol berhasil dikuasai. Beberapa tahun kemudian Portugis mereka taklukkan dan mereka ganti namanya dengan Al-Gharb (Barat).
Sungguh itu keberhasilan yang luar biasa. Musa bin Nusair dan Thariq bin Ziyad berencana membawa pasukannya terus ke utara untuk menaklukkan seluruh Eropa. Sebab, waktu itu tidak ada kekuatan dari mana pun yang bisa menghadapi mereka. Namun, niat itu tidak terealisasi karena Khalifah Al-Walid bin Abdul Malik memanggil mereka berdua pulang ke Damaskus. Thariq pulang terlebih dahulu sementara Musa bin Nusair menyusun pemerintahan baru di Spanyol.

7.       Akhir Hidup Sang Panglima Islam

Setelah bertemu Khalifah, Thariq bin Ziyad ditakdirkan Allah Swt. tidak kembali ke Eropa. Ia sakit dan menghembuskan nafas terakhirnya. Thariq bin Ziyad adalah Pejuang Islam yang berjihad karena Allah Swt tanpa menginginkan adanya posisi/jabatan dalam pemerintahan tetapi mengharapkan ridho Allah Swt dan Tegaknya Syiar Islam, Thariq bin Ziyad telah menorehkan namanya di lembar sejarah sebagai putra asli Afrika Utara, muslim yang menaklukkan daratan Eropa.

C.      PENGAJARAN (IBRAH)

1.       Spritualitas keimanan yang mendalam. Pasukan Islam meyakini, berjihad tak mengenal batasan usia dan waktu perang. Ketika perang menaklukan Andalusia, pasukan Thariq bin Ziyad sedang menjalani puasa Ramadhan.
2.       Pemimpin harus mampu mengobarkan semangat jihad pada pasukannya
3.       Pentingnya perencanaan (strategi) terhadap pencapaian tujuan, Thariq telah melakukan perencanaan yang matang sebelum misi tersebut dilaksanakan.
4.       Kisah ini mengajarkan kepada kita bahwasanya dalam mengarungi kehidupan kita tidak boleh lari dari masalah meskipun masalah yang dihadapinya adalah masalah yang besar seperti yang dihadapi thariq bin ziyad dalam menghadapi pasukan yang jumlahnya berlipat-lipat dari pasukannya.


D.      KESIMPULAN

Thariq bin Ziyad, seorang panglima perang dari suku Barbar di Afrika. Pertemuan dengan dakwah Islam membawanya ke medan perang, menghabiskan hidup bersama jihad fisabilillah. Dengan kecemerlangannya sebagai komandan perang ia berhasil menaklukan andalusia. Thariq berhasil mengalahkah penguasa yang lalim di andalusia dengan pasukan yang jumlahnya berkali lipat dari jumlah passukannya.

Keberhasilan Thariq bin Ziyad memasuki Andalusia membuat peta perjalanan sejarah baru bagi kekuasaan Islam. Sebab, satu persatu wilayah yang dilewatinya dapat dengan mudah jatuh ke tangannya, seperti kota Cordova, Granada, dan Toledo. Sehingga Islam dapat tersebar dan menjadi agama panutan bagi penduduknya, walaupun tidak semua penduduk Andalusia masuk Islam. Tidak hanya itu, Islam menjadi sebuah agama yang mampu memberikan motifasi para pemeluknya untuk mengembangkan diri dalam berbagai bidang kehidupan sosial, politik, ekonomi, budaya, dan sebagainya. Andalusia pun mencapai kejayaan pada masa pemerintahan Islam.


E.       DAFTAR PUSTAKA

http://www.voa-islam.com/read/mujahid/2012/09/28/20898/kisah-ksatria-thariq-bin-ziyad-saat-menaklukkan-andalusia/;#.Uo2PDieImN0
http://id.wikipedia.org/wiki/Penaklukan_Umayyah_di_Hispania
http://sukmarahayu.blogspot.com/2012/12/islam-di-spanyol.html
http://www.hidayatullah.com/read/2013/11/05/7157/pentingnya-meneladani-spirit-panglima-thariq-bin-ziyad.html
As-Sirjani,DR.Raghib,Bangkit Dan Runtuhnya Andalusia,Penerjemah :Muhammad Ihsan,Lc &Abdul Rasyad Syiddiq,Lc-Cet-1-Jakarta Pusat Al-Kausar,2013





No comments:

Post a Comment